Halaman

Sabtu, 15 September 2012

Beginilah Orde Baru… Beda dengan Sekarang?!?!?!

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "KOREKSI TOTAL" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama. (tahu kan? Pelajaran kelas 2 kemarin J)
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktek korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat.
Eksploitasi sumber daya. Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia.
Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan "Persatuan Dan Kesatuan Bangsa". Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran itu orang Jawa.
Pada era Orde Baru, perjuangan melawan rezim Soeharto itu sangat terasa perjuangannya dan keradikalisasian melawan Orde Baru yang menunjukkan pemerintahan yang otoriter. Namun sekarang perjuangan melakukan Reformasi dari pemerintahan yang otoriter sama sekali tidak menunjukkan kebangkitan dan kurangnya kesadaran masyarakat memperjuangkan tindaklanjut dari Reformasi itu. Sekarang sudah terang benderang malah makin jarang perlawanan. Kenyataannya seperti tidak ada kebangkitan. Kesadaran saja tidak ada. Musuh kita sekarang itu koorporasi yang wajahnya politisi,
Tim ekonomi di era soeharto bekerja lebih baik dibanding team ekonomi di era reformasi dibawah presiden siapapun. Di akhir kekuasaan Soeharto misalnya, angka pengangguran berhasil ditekan hingga mencapai 4%, kemiskinan ditekan mencapai 11%, dan pertumbuhan ekonomi pernah menembus angka 9%. Sementara saat ini angka pengangguran justru lebih tinggi dibandingkan dengan era Soeharto. Angka pengangguran membengkak menjadi 8%, angka kemiskinan berada di kisaran 13%, sementara pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4,5% yang itupun dicapai dengan kerja keras yang luar biasa.
Pengurasan kekayaan alam yang luar biasa melalui penguasaan kontrak jangka panjang dengan perusahaan asing untuk eskploitasi sumber daya alam, hutan dan laut terjadi sejak masa era Soeharto. Budaya korupsi terjadi sejak zaman era Soeharto. Bahkan sebuah sumber menyebutkan, era Soeharto dianggap sebagai rezim paling korup di Asia Tenggara dengan jumlah korupsi mencapai $AS 15 miliar sampai $AS 35 miliar. Demikian juga jerat hutang luar negeri. Kegemaran merangkul “negara donor” terjadi sejak era Soeharto. Bahkan dimasa orde baru, hutang diposisikan sebagai pendapatan negara. Negara penghutang disebut sebagai “negara donor”, tidak disebut debitor atau pemberi pinjaman dengan mensyaratkan konsesi tertentu.
Sepanjang kekuasan, Presiden Soeharto menetapkan pertumbuhan sebagai satu satunya yang harus dicapai oleh pemerintah. Untuk mencapai berbagai tujuan pemerintah, stabilitas keamanan dalam negeri menjadi syarat utama. Pelanggaran HAM dan demokrasi sering nampak mengiringi program pembangunan. Sehingga dilakukan kontrol atas kekuatan partai politik dan potensi oposisi.
Meskipun saat ini politisi busuk semakin terlihat kasat mata, korupsi semakin bisa kita saksikan hingga ke detak jantungnya, semua ini berkat prestasi yang dicapai era reformasi. Era reformasi memungkinkan semua elemen bangsa termasuk pers memiliki peran lebih maksimal untuk melakukan kontrol atas penyelengaraan negara. Demokrasi diyakini sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan, dan era reformasi telah memberikan hal tersebut dengan lebih baik dibanding era Soeharto.
Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru, perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000, sukses transmigrasi, sukses KB, sukses memerangi buta huruf, sukses swasembada pangan, pengangguran minimum, sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun), Sukses Gerakan Wajib Belajar, Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh, sukses keamanan dalam negeri, dan investor asing mau menanamkan modal di Indonesia, serta sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.
Selain kelebihan yang dimiliki, Sistem Pemerintahan Orde Baru juga memiliki kekurangan, yaitu semaraknya KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotrisme), pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah (sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat), munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan (terutama di Aceh dan Papua), kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya, bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin), pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa), kritik dibungkam dan oposisi diharamkan, kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel, penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius", tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya), dan menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur, serta menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibut berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.
Beda Korupsi Zaman Orba Dan Sekarang. Pola korupsi ternyata berubah dari waktu ke waktu. Namun korupsi pada zaman sekarang, ternyata lebih parah ketimbang di masa orde baru ketika dipimpin Presiden Soeharto. Korupsi saat ini cenderung memakan dana APBN yang notabenenya dialokasikan untuk rakyat. Berbeda dengan korupsi era orde baru yang umumnya 'memakan' dana. Aman dahulu korupsi diambil dari adanya izin tol yang diberikan ke oknum tertentu, izin impor mobil, izin impor gandum, dan sebagainya. "Praktek pakai BUMN misalnya, sebagai sumber pendanaan, itu sudah jadi rahasia umum. APBN terpaksa dipotong untuk dibagikan ke kelompok atau partai tertentu. Sekarang dijadikan bancakkan dan dipangkas Hal ini pada akhirnya menjadi hal yang krusial. Sampai-sampai orang luar melakukan penilaian terhadap itu, bahwa korupsi masih menjadi penghalang bagi tumbuh kembangnya ekonomi RI.
Barangkali diantara gossip-gosip politik, pertanyaaan yang cukup sering kita dengar saat ini adalah “lebih baik mana antara pemerintahan era soeharto dan era reformasi?”
Pertanyaan ini makin menguat di bulan Mei. (kurang tahu saat apa hhe J). Pertanyaan tersebut akan memperoleh jawaban yang berfariasi. Diantaranya lebih memilih hidup di era Soeharto. Menurut mereka di era Soeharto harga barang barang lebih murah, jalanan lebih bagus, korupsi memang ada, namun tidak sebanyak sekarang. Yang jelas berbagai kebutuhan bisa lebih mudah dipenuhi pada era Soeharto.
  
Lamongan, 28 Ramadhan 1433 H / 17 Agustus 2012
Written by Alifatin Nur Faizah, as a history task from Mr. Erwin. Chapter: New Order Era

Tidak ada komentar:

Posting Komentar